Politik Dinasti akan Segera Diakhiri


Selain ingin mengembalikan hak pemilihan gubernur kepada DPRD, pemerintah mengusulkan keluarga kepala daerah yang sedang menjabat tidak bisa mencalonkan diri dalam pemilihan berikutnya.

Ketentuan itu diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah yang akan diajukan ke DPR. RUU itu merupakan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Di Pasal 12 diatur 24 syarat untuk calon gubernur yang salah satunya berbunyi 'tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan'.

Syarat lainnya antara lain tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara. Calon gubernur juga tidak berstatus sebagai bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota.

Larangan bagi keluarga petahana untuk maju pada pemilihan kepala daerah periode berikutnya juga berlaku untuk calon bupati/wali kota. Dari 22 persyaratan calon bupati/wali kota yang tercantum di Pasal 70 juga diatur bahwa kandidat tidak berstatus sebagai bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota bagi bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota dari daerah lain. Mereka tidak boleh pula berstatus sebagai penjabat gubernur/penjabat bupati/penjabat wali kota.

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, larangan bagi keluarga kepala daerah untuk mencalonkan diri dimaksudkan untuk mengakhiri politik dinasti. "Mereka tidak boleh mencalonkan diri agar tidak ada lagi politik dinasti di daerah. Kita akan perjuangkan hal ini dalam pembahasan RUU Pilkada," kata Gamawan Fauzi kepada awak media di Jakarta, kemarin.

Menurut menteri, selama ini ada kecenderungan kepala daerah yang sudah dua kali menjabat ingin memperpanjang kekuasaan melalui istri/suami atau anak. Untuk merealisasikan ambisi itu, mereka memanfaatkan uang dan kekuasaan. "Akibatnya kekuasaan berputar di situ-situ saja."

Namun, tambah Gamawan, keluarga kepala daerah tetap bisa mencalonkan diri setelah petahana digantikan orang lain selama satu periode. "Artinya ada selang waktu selama lima tahun, keluarganya bisa mencalonkan diri dalam pemilu kada," paparnya.

Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Arwani Thomafi menyambut baik ketentuan tersebut. "Itu bagus. Ini memberi batasan yang tegas untuk politik dinasti, tapi tentu ada aturan mainnya agar jangan memangkas hak politik seseorang." 
Di sisi lain, Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin belum mau berkomentar. Pihaknya baru akan membahas masalah tersebut secara internal pekan depan.

Sementara itu, rekomendasi Nahdlatul Ulama (NU) agar mekanisme pemilu kada langsung diubah menjadi pemilihan lewat DPRD ditolak Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Gubernur, wali kota, dan bupati dipilih langsung dan dilakukan serentak. Ini memberikan efisiensi yang sangat besar. Kalau gubernur dipilih DPRD dan bupati/wali kota dipilih langsung, dikhawatirkan ada ketimpangan politik dan pembangkangan," jelas Ketua DPP PKB Abdul Malik Haramain. 

Sumber Berita : 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More